Selasa, 13 April 2010

Artikel PHK PGSD UNS

ARTIKEL PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUNTING TULISAN ILMIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE INQUIRY PADA MAHASISWA SEMESTER VII PGSD SURAKARTA TAHUN 2009

Oleh:

Endang Sri Markamah

Jenny I.S. Poerwanti

St. Y. Slamet

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Enang Sri Markamah, Jenny I.S. Poerwanti, dan St.Y. Slamet. Peningkatan Kemampuan Menyunting Tulisan Ilmiah dengan Menggunakan Metode Inquiry pada Mahasiswa PGSD Surakarta Tahun 2009. Laporan Penelitian. Surakarta: Program Studi PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kualitas proses pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dengan menggunakan metode inquiry dan (2) meningkatkan kemampuan menyunting tulisan ilmiah pada mahasiswa PGSD semester VII tahun 2009.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa PGSD semester VII tahun 2009 dan dosen bahasia Indonesia pengampu matakuliah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan selama satu semester yang dimulai bulan Juli hingga Desember 2009. Metode yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas yang berisi alur penelitian yang meliputi empat tahapan, dimulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Empat tahapan tersebut membentuk siklus. Penelitian ini berlangsung sebanyak tiga siklus. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, dan tes. Teknik analisis data digunakan teknik deskriptif analisis kritis, dengan mendeskripsikan temuan-temuan data dan membandingkannya dengan indikator kinerja yang sudah ditentukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihannya.

Hasil penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran ini dapat disimpulkan bahwa pertama, penggunaan (penerapan) metode inquiry dalam pembelajaran menyunting tulisan ilmiah pada mahasiswa PGSD semester VII tahun 2009 dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan dapat meningkatkan pula kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa. Hal ini terindikasi dari adanya peningkatan jumlah mahasiswa dari perolehan kemampuan menyuting tulisan ilmiah yang rendah meningkat ke yang lebih tinggi dan adanya peningkatan wawasan mahasiswa tentang penyusunan kalimat efektif, penguasaan struktur, dan teknik penulisan di dalam menyusun sebuah tlisan ilmiah yang lebih baik. Kedua, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia mahasiswa PGSD semester VII tahun 2009 dapat berjalan efektif dalam menerapkan metode inquiry dapat mensinergikan antara kemampuan fisik dan kemampuan psikis sehingga kemampuan menulisnya meningkat. Siklus pertama diterapkan pelatihan persepsi penguasaan struktur bahasa (pembentukan kata, frasa, diksi, dan struktur kalimat). Siklus kedua diterapkan pelatihan persepsi penyusunan kalimat efektif (persyaratan kebenaran struktur dan kecocokan konteks). Siklus ketiga diterapkan teknik penulisan karangan. Setiap akhir siklus dilaksanakan pengetesan kemampuan menyuntingnya untuk mengetahui keterampilan menulis pada mahasiswa. Ketiga, peningkatan kemampuan menulis mahasiswa PGSD setelah diterapkan metode inquniry dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pada kondisi awal perolehan nilai kemampuan menyunting tulisan ilmiah (KM) adalah 57,5%. Pada siklus I perolehan KM tertinggi adalah 65%. Pada siklus II perolehan nilai tertinggi 72%, sedangkan perolehan nilai tertinggi pada siklus III adalah 78%.

Kata kunci: Kemampuan menyunting tulisan ilmiah dan metode inquiry

PENDAHULUAN

Menulis ilmiah merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Program Studi PGSD. Kompetensi menulis ilmiah sebenarnya telah diberikan kepada mahasiswa mulai semester pertama hingga semester tujuh, tetapi materi menulis ilmiah tersebut implisit ke dalam semua jenis perkuliahan bahasa. Berdasarkan jenis materinya, dibagi menjadi dua, yaitu menulis kebahasaan dan menulis kesastraan. Kompetensi menulis kebahasaan materi kajiannya berupa keterampilan berbahasa nonsastra, sedangkan kompetensi menulis kesastraan berupa materi kesastraan sebagai materi kajiannya.

Kompetensi menulis ilmiah mahasiswa di Program Studi PGSD saat ini kurang menggembirakan (Dokumen Nilai Yudisium 2008/2009). Ada beberapa hal yang menyebabkan kekurangmenggembirakan tersebut, antara lain penguasaan bahasa mahasiswa rendah, waktu kegiatan belajar-mengajar relatif pendek, pengampu hanya berorientasi pada hasil karya mahasiswa, mahasiswa kesulitan dalam menyelsaikan tugas menulis, metode penyamapian pengampu kurang menarik.

Meskipun telah disadari bahwa penguasaan bahasa tulis mutlak diperlukan dalam kehidupan modern, dalam kenyataannya pembelajaran keterampilan menulis kurang mendapatkan perhatian. Pembelajaran menulis sebagai salah satu aspek dalam pembelajaran bahasa Indonesia kurang ditangani secara sungguh-sungguh. Akibatnya, keterampilan menulis mahasiswa kurang memadai (St.Y. Slamet, 2009:95). Keterampilan menulis merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi mahasiswa, di samping keterampilan menyimak, bericara, dan membaca, baik selama mereka mengikuti pendidikan di berbagai jenjang dan jenis sekolah maupun dalam kehidupannya nanti di masyarakat.

Pentingnya kemampuan menulis juga diungkapkan oleh Sabarti, dkk. (1992: 64), menyatakan bahwa kemampuan menulis perlu dimiliki oleh seseorang pelajar termasuk mahasiswa. Dengan memiliki kemampuan menulis yang memadai, pelajar dapat mengkomunikasikan ide, penghayatan, dan pengalamannya ke berbagai pihak, terlepas dari ikatan waktu dan tempat.

Mengedit atau menyunting (editing) tulisan ilmiah merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran menulis ilmiah. Kegiatan menyunting (editing) berbentuk proses pemeriksaan kembali naskah atau tulisan dilihat baik dari isi, bahasa, maupun teknik penulisan. Hal ini bertujuan untuk pembetulan kesalahan tulisan yang menyangkut ejaan, struktur, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan sebagainya. Menyunting tulisan juga bertujuan agar tulisan yang dibaca mudah dimengerti isi atau maksudnya, enak dicerna, dan tampil menarik dengan wajah professional disertai data yang akurat.

Menyunting (editing) tulisan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu menyunting redaksional dan menyunting substansial. Menyunting redaksional merupakan penganalisisan setiap kata, kalimat, dan paragraf agar menjadi logis, mudah dipahami, dan tidak rancu maksud atau isinya, kegiatan ini disesuaikan dengan semua komponen kebahasaan yang ada, seperti ejaan, tanda baca, diksi, kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Menyunting substansial yaitu menyunting isi karangan agar benar atau sesuai dengan fakta dan data. Kegiatan ini harus didukung oleh data-data yang valid dan sahih. Dalam perkembangannya, dikenallah adanya penyuntingan bahasa dan penyuntingan materi.

Menurut Alfred Novak, inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu (Jaka Sutrisna dalam http//www.erlangga.co.id/index.php?option=com.content&task=view&id= 353&Itemid=435.). Inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang focus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingi tahu (Haury, 1993: 23). Lebih lanjut dijelaskannya bahwa metode inquiry dapat membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kristis dan bersikap positif. Dengan demikian, metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep dalam sain saja, tetapi juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri seseorang/mahasiswa.

Peranan dosen dalam pembelajaran dengan metode inquiry hanya menjadi pembimbing dan fasilitator. Tugas dosen/guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun, dimungkinkan juga masalah yang akan dipecahkan tersebut akan diselesaikan oleh mahasiswa. Tugas dosen selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi mahasiswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan dosen masih diperlkan, tetapi intervensi terhadap kegiatan mahasiswa dalam pemecahan masalah harus dikurang (Sagala, 2004:64).

Metode inkuiri dipilih karena dianggap mampu meningkatkan kualitas belajar dan penalaran mahasiswa dalam memecahkan sebuah persoalan. Mengacu hal tersebut, metode ini berusaha diterapkan juga pada pembelajaran menyunting menulis ilmiah dengan pertimbangan keduanya sama-sama menitikberatkan pada aspek penalaran. Berdasarkan asumsi tersebut, metode ini memungkinkan mahasiswa untuk belajar menganalisis kesalahan dalam tulisan ilmiah melalui praktik menyunting (editing) tulisan ilmiah secara berkelompok. Dengan demikian, mereka dapat memanfaatkan potensi dan interaksi serta kerjasama antarmahasiswa di dalam kelompoknya.

Implikasi dari uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini perlu dilakukannya upaya untuk meningkatkan kemampuan menyunting (editing) menulis ilmiah mahasiswa semester VII tahun 2009 Program Studi PGSD dengan penerapan metode inkuiri dalam bentuk penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Apakah penerapan metode inquiry dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menyunting menulis karya ilmiah mahasiswa? Dan (2) Apakah penerapan metode inquiry dapat meningkatkan kemampuan menyuning (editing) menulis ilmiah mahasiswa semester VII tahun 2009 Program Studi PGSD FKIP UNS?

Adapun tujuan penelitian ini untuk: (1) Meningkatkan kualitas pross pembelajaran menyunting (editing) tulisan ilmiah dengan penerapan metode inkuiri dan (2) Meninkatkan kemampuan menyunting (editing) tulisan ilmiah mahasiswa semester VII tahun 2009 Prodi PGSD FKIP UNS.

Penggunaan istilah menulis dan mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh sebagian ahli dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya. Di dalam penelitian ini, kedua istilah tersebut penggunaannya dipandang bersinonim. Oleh karena itu, keduanya dapat saling menggantikan. Sejalan dengan hal itu, maka istilah tulisan sebagai hasil menulis berpadanan dengan karangan sebagai hasil mengarang (St.Y.Slamet, 2008:96)..

Menulis merupakan kegiatan berpikir teratur. Keteraturan dalam menulis ini tampak pada keteraturan menuangkan gagasan dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa. Agar gagasan dapat diterima dengan baik oleh pembaca, maka seorang penulis harus menguasai tujuan penulisan, teknik penulisan, konteks berbahasa, serta kaidah-kaidah bahasa.

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya (Suparno dan M. Yunus, 2003:3). Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak sebagai emapt unsur yang terlibat: penulis sebagai penyampai pesan, isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Akhadiah Sabarti, Maidar, dan Sakura, 1997:3) mendefinisikan menulis sebagai kegiatan menggunakan gagasan secara tematik serta mengungkapkannya secara tersirat. Adanya gagasan dalam menulis mengandung arti bahwa dalam menulis terdapat pesan yang disampaikan penulis kepada pembaca dalam bentuk karangan. Karangan sebagai ekspresi pikiran, gagasan, ide, pendapat, dan pengalaman penulis tersusun secara sistematis dan logis (Kurniawan, 1991:4). Keteraturan dalam menulis ini tampak pada keteraturan menuangkan gagasan dan menggunakan kaidah bahasa.

Pada dasarnya menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga berupa pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu diketahui, tetapi justru harus dikuasai.

Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa tahap, yaitu tahap pramenulis (persiapan), tahap penulisan (pengembangan isi karangan), dan tahap pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Meskipun demikian, masing-masing fase (tahap) dari ketiga fase penulisan di atas tidaklah dipandang secara kaku, selalu berurut, dan terpisah-pisah (St.Y.Slamet, 2008:97). Ketiganya harus dipahami sebagai komponen yang memang ada dan dilalui oleh seorang penulis dalam proses tulis-menulis. Urutan dan batas antarfase sangatlah luwes, bahkan dapat tumpang tindih. Sewaktu menulis kita melakukan aktivitas yang terdapat pada setiap fase secara bersamaan.

Menulis, di samping sebagai proses, juga merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Sebagaimana diungkapkan Sri Hastuti (1982:1) bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan antara lain (1) adanya kesatuan gagasan, (2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif, (3) paragraf disusun dengan baik, (penerapan kaidah ejaan yang benar, (5) penggunaan kosakata yang memadai.

Kompleksitas kegiatan menulis atau mengarang untuk menyusun karangan yang baik meliputi (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan memutuskan (Heaton, 1993:135). Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk kemampuan menulis, menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses belajar atau berlatih dengan sungguh-sungguh.

Tulisan merupakan suatu medium yang penting bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna (Hook dalam Achmadi, 1988:22). Tulisan yang tersusun dengan baik selalu mengandung tiga unsur atau bagian utama, yaitu bagian pendahuluan (introduksi), isi tulisan (bodi), dan penutup (konklusi). Setiap bagian mempunyai fungsi yang berbeda.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, yang dimaksud hakikat menulis pada penelitian ini adalah suatu kegiatan penyampaian pesan atau isi yang terkandung dalam tulisan tersebut dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak ada empat unsur yang terlibat, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Menyunting, menurut Mukh. Doyin (Suara Merdeka, 17 Februari 2005) merupakan kegiatan mengidentifikasi kesalahan kebahasaan dalam suatu tulisan/karangan dan memperbaikinya. Dalam kaitan masalah menyunting, Tomkins (1990: 73) meletakkan istilah menyunting dalam salah satu tahapan dari lima`tahapan penyusunan karangan. Proses menulis bersifat nonlinear, atinya menulis merupakan putaran berulang. Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draft awalnya.

Pada tahap menyunting, yang perlu dilakukan pembelajar mencakupi perihal (a) membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri, (b) membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis pada tulisan mereka sendiri, dan (c) mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tertulis pada tulisan merka sendiri. Jadi, pada kegiatan penyuntingan ini ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu (1) penyuntingan untuk kejelas penyajian dan (2) penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya.

Tulisan diolah agar isinya dapat dibaca dengan jelas oleh pembaca. Penyunting sering mengorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambah beberapa kalimat/paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam melakukan penyuntingan, sebaiknya berkonsultasi dan berkomunikasi dengan penulisnya. Dalam hal ini, penyunting harus nluwes dan pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankan kepada penulis karena masalah ini merupakan hal yang sangat peka. Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap pertma ini meliputi kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan penyusunan kalimat.

Kerangka tulisan merupakan ringkasan sebuah tulisan. Melalui kerangka tulisan, penyunting dapat melihat gagasan, tulisan, wajah, dan sudut pandang penulis. Dalam bentuknya yang rinkas itulah, tulisan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, dan tidak secara lepas-lepas (Gorys Keraf, 1984: 134). Penyunting dapat memperoleh keutuhan sebuah tulisan dengan cara mengkaji daftar isi tulisan dan bagian pendahuluan. Jika ada, misalnya, dalam tulisan ilmiah atau ilmiah populer, sebaiknya bagian simpulan pun dibaca. Dengan demikian, penyunting akan memperoleh gambaran awal mengenai sebuah tulisan dan tujuannya. Gambaran itu kemudian diperkuat dengan membaca secara keseluruhan isi tulisan. Jika tulisan merupakan karya fiksi, penyunting langsung membaca keseluruhan karya tersebut. Pada saat itulah, biasanya penyunting sudah dapat menandai bagian yang perlu disesuaikan.

Penyunting perlu menguasai atau memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengetahuan kebahasaan, teknik penulisan, organisasi karangan dan pengembangnnya, dan sebagainya. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan kalimat, paragraf, teknik penulisan, dan sebagainya yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu penyunting harus memiliki persyaratan yang memadai.

Penyuntingan yang kedua, berkaitan dengan masalah yang telah terperinci atau lebih khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa, yang mencakup perbaikan kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan diksi dalam tulisan, ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Sebaliknya, masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikoreksi oleh penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan pada bagian ini perhatian difokuskan pada aspek mekanis bahasa, tetapi perbaikan ini sangat mendasar.

Sebagaimana halnya dengan kegiatan revisi, penyunting sebaiknya melakukan penyuntingan selang beberapa waktu seusai membuat draftnya. Pelaksanaannya adalah dengan membaca kataper kata atau bagian per bagian sehingga dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang terjadi untuk diperbaiki. Walaupun tulisan sudah diperbaiki sedemikian rupa, namun setelah dipublikasikan pun masih ditemukan kesalahan lagi atau tidak bebas dari kesalahan mekanis bahasa. Hal mtersebut adalah manusiawi, tetapi kita tetap sudah berusaha.

Suatu tulisan atau karangan dapat dilihat dari segi bahasa yang digunakan, isi tulisan, dan bentuk atau cara penyajiannya. Bahasa yang digunakan dalam tulisan/karangan itu, apakah bahasanya sulit dipahami, sederhana kalmatnya, mudah dicerna isinya, dan lancar. Begitu pula apakah tulisan itu menggunakan paragraf yang tepat, kalimat efektif, dan diksi yang sesuai/tepat. Dari segi isi karangan, apakah karangan itu berupa fiksi atau nonfiksi, dan bagaimanakah kesesuaian antara judul dan isi. Dilihat dari segi bentuk atau cara penyajiannya, apakah karangan itu puisi atau prosa, kalau prosa apakah penyajiannya itu narasi, eksposisi, deskripsi, atau argumentasi/persuasi.

Isi tulisan/karangan harus relevan dengan judulnya atau judul yang baik harus tergambar di dalam isinya. Isi karangan bisa berupa pengalaman, kehidupan, lingkungan hidup, pendidikan, keagamaan, dan sebagainya.

Judul karangan paling tidak harus mengandung tiga aspek, yaitu relevan, propokatif, dan singkat. Relevan itu antara judul dan isi harus ada kecocokkan. Propokatif itu isinya bisa mempengaruhi pembaca untuk melakukan sesuatu, sedangkan judul karang itu singkat, agar pembaca mudah memahami isinya dan menarik minatnya untuk membaca. Judul (kepala karangan) melambangkan tema cerita, yang merupakan intisari atau ringkasan tersingkat dari seluruh karangan. Fungsi judul yaitu (1) sebagai daya penarik minat, (2) suatu nama yang bersifat promosi, (3) merupakan topik besar, dan (4) penunjuk nama pengarang (St.Y.Slamet, 2008: 100).

Sementara itu, pemakaian bahasa dalam tulis-menulis merupakan pemakaian yang menuntut kegiatan encoding, kegiatan untuk menghasilkan atau menyampaikan bahasa kepada pihak lain, yakni pembaca. Bahasa yang dikaitkan tersebut bersifat integral, merupakan kesatuan yang padu dari berbagai unsur kebahasaan yang ada, yang biasa dikategorikan dengan unsur-unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa.

Sudah barang tentu dalam suatu tulisan, baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu. Di samping itu, penuangan gagasan yang hendak ditulis harus dengan bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap. Oleh karena itulah tidak mudah bagi seseorang untuk menghasilkan tulisan yang baik. Namun, hal itu dapat dipelajari serta berlatih secara sungguh-sungguh dan terus-menerus.

Berdasarkan paparan di atas, yang dimaksud dengan menyunting karangan dalam penelitian adalah kegiatan menganalisis wacana tertulis untuk ditemukan kesalahan penggunaan ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat efektif, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana sehingga dapat diperbaiki menjadi bentuk karangan yang benar.

Berbicara tentang tulisan ilmiah, Brotowidjojo (1993:8) menjelaskan bahwa tulisan ilmiah adalah tulisan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Selain itu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat penjelasan tentang karya ilmiah berupa makalah, yaitu (1) tulisan tentang suatu pokok yang dimaksudkan untuk dibacakan di muka umum dan sering disusun untuk diterbitkan, dan (2) karangan yang termasuk tugas pelajar selama dalam pendidikan di sekolah.

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa tulisan ilmiah itu bisa ditampilkan di muka umum, dan bisa pula untuk diterbitkan. Karya ilmiah itu bisa untuk kepentingan berbagai maksud. Namun demikian, dari semua kepenrtingan itu ada maksud yang sama, yaitu untuk berkomunikasi dengan orang lain tentang ilmu (Brotowidjojo, 1993: 32).

Berkomunikasi dengan orang lain, terlebih tentang ilmu sudah tentu memerlukan kiat tersendiri. Sehubungan dengan itu, para pakar dari Amerika (American Psikological Assosiation, 1983) menyatakan perlunya ketertiban dan kelulusan dalam menyajikan ide, keekonomisan dalam mengungkapkan, dan ketetapan dalam menggunakan kata. Selain itu dinyatakan pula untuk mencapai komunikasi yang efektif dan profesional disarankan untuk menulis dari kerangka menguraikannya ke dalam draft pertama, membaca ulang setelah suatu penundaan, dan meminta teman untuk mengkritik draft Anda.

Informasi yang ingin disampaikan penulisannya dikemukakan secara lugas, jujur, dan terbuka. Bila karangan itu dibacakan, pendengar tidak akan tergugah emosinya karena memang wacana itu tidak berisi ajakan emotif. Bila orang awam menyimak pembacaan karangan itu amat teknis sifatnya. Bahasa yang digunakan bahasa formal. Ide yang terkandung di dalamnya tersusun logis.

Di dalam karya ilmiah disajikan fakta umum yang ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar, yang kebenarannya dapat dibuktikan. Karya ilmiah itu ditulis dengan bahasa yang konkret. Pandangan atau pendapat yang ada dalam karya ilmiah selalu disertai dengan bukti pendukung. Bukti pendukung yang berupa fakta itulah akan berbicara sendiri kepada pembaca atau pendengarnya.

Kerangka karya ilmiah tidak selalu sama tetapi secara garis besar dapat dikatakan memiliki unsur yang sama. Unsur besar tersebut adalah adanya bagian pendahuluan, bagian tubuh karangan, dan kesimpulan. Pengembangan setiap unsur itulah yang kemudian dapat berbeda satu dengan yang lain. Selain tiga unsur tadi masih ada unsur yang lain yang biasa melengkapi kerangka karya ilmiah, yaitu halaman-halaman pendahuluan dan daftar pustaka. Halaman pendahuluan terletak sebelum pendahuluan, sedangkan daftar pustaka terletak di bagian akhir tulisan. Halaman-halaman pendahuluan terdiri dari judul, persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.

Menurut Gorys Keraf (1984: 174), jika dikembang dengan baik, kerangka karya ilmiah akan memungkinkan untuk melihat materi yang telah dimiliki; memeriksa kelengkapan materi dan variasi pendukungnya; dan membantu mengantar keteguhan ingatan akan ide yang akan disampaikan.

Fungsi-fungsi tersebut dapat dicapai apabila kerangka memenuhi empat syarat dasar, yaitu (1) setiap bagian kerangka sebaiknya hanya berisi seperangkat informasi; (2) bagian-bagian dalam kerangka sebaiknya dihubungkan dengan layak; (3) hubungan logis bagian-bagian kerangkan sebaiknya ditunjukkan dengan identitas yang memadai; dan (4) sebaiknya digunakan susunan simbol-simbol yang tetap (Gorys Keraf, 1984: 175-176).

Sebagaimana telah diuraikan di atas, tahap-tahap penulisan karya ilmiah tersebut berupa sistematika dari isi tulisan sebuah karya ilmiah. Isi penulisan karya ilmiah tersebut sebenarnya merupakan pengembangan dari unsur besar tulisan karya ilmiah yang secara garis besar berupa pendahuluan, bagian tubuh karangan, dan kesimpulan. Halaman pendahuluan terletak sebelum pendahuluan, sedangkan daftar pustaka terletak di bagian akhir tulisan. Halaman-halaman pendahuluan terdiri dari judul, persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.

Inquiry didefinisikan oleh Piaget (dalam Sund dan Trowbridge, 1973;1) sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

Kuslan Stone (dalam Dahar, 1991:3) mendefinisikan inquiry sebagai pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuawan. Pengajaran berdasarkan inquiri adalah suatu suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencarai jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 1991:4).

Sementara itu Wilson dalam Trowbridge (1990:78) menyatakan bahwa model inquiry adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inquiry merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional. Senada dengan pendapat tersebut, Cleaf (1991:45) menyatakan bahwa inquiry adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Inquiry merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi.

Sementara itu, Trowbridge (1990:78) menjelaskan model inquiry sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inquiry adalah menata lingkungan/ suasana belajar yang berfokus pada peserta didik dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.

Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien (1987: 5) menjelaskan bahwa inquiry adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sifat objektif, jujur, hasrat ingin tahu, dan terbuka.

Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang aktif (Mulyasa, 2003: 234). Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun pengajar tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Pengajar berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang kala pengajar perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Pengajar harus memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Metode inqury, menurut Roestiyah (2001: 75), merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan pengajar untuk mengajar di depan kelas, di mana pengajar membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan.

Lebih lanjut, Roestiyah menjelaskan bahwa, metode inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa inquiry merupakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan mahasiswa untuk memecahkan masalah, merencanakan dan melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model inquiry ini mahasiswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan dosen. Dengan demikian, mahasiswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan yaitu teliti, tekun atau ulet, objektif atau jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan dengan objek kemampuan menyunting tulisan ilmiah dengan menggunakan metode inquiry ini dilaksanakan di Kelas C semester VII tahun 2009/2010 Program Studi PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu pelaksanaan penelitian ini selama 6 bulan, mulai bulan Juli hingga Desember 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VII tahun 2009 dan dosen mata kuliah Bahasa Indonesia Program Studi PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas. Rancangan penelitian ini menggunakan model siklus, seperti yang dikemukakan oleh Taggard dan Kemmis (1990:213).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan kemampuan menyunting tulisan ilmiah yang dialami oleh mahasiswa dan dosen. Data tersebut diperoleh baik sebelum diberikan tindakan (survei awal) maupun setelah dilaksanakan tindakan. Data setelah dilakukan tindakan adalah data kemampuan menyunting tulisan ilmiah dengan menggunakan metode inkuiri. Data tersebut diperoleh melalui keaktifan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran serta evaluasi yang dilakukan setiap siklus. Sementara itu, data tentang dosen diperoleh melalui proses pembelajaran yang dilakukan serta dokumen-dokumen dosen berupa silabus, RPP, media pembelajaran, buku-buku sumber, daftar nilai, serta foto pembelajaran di kelas.

Ada dua sumber data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang berasal dari subjek penelitian yang diperoleh dari nilai semester sebelumnya, nilai kemampuan menyunting tulisan ilmiah tiap-tiap akhir siklus, lembar observasi, dan wawancara. Sumber data lain selain subjek penelitian merupakan sumber data sekunder yang dapat diperoleh melalui hasil pengamatan yang dilakukan masing-masing mahasiswa dalam kelompok. Adapun data yang berupa kemampuan meyunting tulisan ilmiah mahasiswa diukur melalui tes.

Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini, yaitu observasi, wawancara, dan dokumen. Teknik observasi digunakan untuk mengamati perkembangan pembelajaran menyunting karangan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Pengamatan yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan dalam siklus I hingga siklus II.

Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data dari informan tentang pelaksanaan pembelajaran menyunting tulisan ilmiah di dalam kelas, berbagai informasi mengenai kesulitan yang dialami oleh dosen dalam pembelajaran menyunting, serta faktor-faktor penyebabnya. Selain itu, peneliti, juga melakukan wawancara dengan mahasiswa untuk mengetahui metode pembelajaran menyunting karangan yang diterapkan oleh dosen dan untuk mengetahui tanggapan mahasiswa terhadap cara mengajar yang digunakan oleh dosen tersebut sereta untuk mengetahui tingkat keterampilan menyunting karangan mahasiswa.

Analisis dokumen dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyunting tulisan ilmiah melalui catatan hasil belajar atau prestasi mahasiswa serta peningkatan kualitas tulisan atau hasil suntingan tulisan ilmiah yang dibuatnya.

Data diuji validitasnya dengan menggunakan beberapa teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber data. Data kesulitan-kesulitan dosen dalam mengajarkan materi menyunting karangan di kelas dan kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dihimpun dan dicocokan. Selain itu, digunakan juga triangulasi metode. Teknik uji validitas data diperoleh melalui kesesuaian data dengan peningkatan keterampilan menyunting karangan mahasiswa. Validitas data juga dapat diperoleh melalui observasi langsung atau pengamatan terhadap aktivitas dan kreativitas mahasiswa selama pembelajaran. Validitas data dapat juga diperoleh dari hasil wawancara dan analisis dokumen berupa suntingan karangan yang dibuat mahasiswa.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kritis dan teknik analisis konstraktif. Teknik tersebut mencakup kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja mahasiswa dan dosen dalam proses belajar mengajar yang tejadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung. Kriteria dalam teknik ini berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan kelas berikutnya sesuai dengan siklus yang ada.

Analisis data dilakukan secara bersama-sama antara dosen dan peneliti karena penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kerja sama antara peneliti dengan dosen. Analisis kritis terhadap keterampilan menyunting karangan mencakup kemampuan siswa dalam menganalisis karangan dan menemukan kesalahan-kesalahan dalam penggunaan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.

Untuk mengukur keberhasilan tindakan, peneliti merumuskan indikator-indikator ketercapaian hasil belajar. Berdasarkan prosedur yang dilakukan selama pembelajaran menyunting tulisan/karangan ilmiah mahasiswa kelas C semester VII tersebut, belum pernah diterapkan metode inkuiri. Indikator keberhasilan tindakan ini dirumuskan di dalam tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Indikator Keberhasilan Tindakan penelitian untuk Aspek Kualitas Proses

Aspek yang Diukur

(Aspek Proses)

Target Capaian

Cara Mengukur

Kualitas Proses

1. Mahasiswa menun-jukkan kesungguhan mengikuti pelajaran menyunting tulisan.

2. Mahasiswa bersema-ngat dengan ditunjuk-kan melalui sikap tidak mengantuk.

3. Mahasiswa berani mengkritisi hasil sun-tingan temannya me-lalui keberaniannya berargumentasi.

Diamati saat pembela-jaran dengan menggu-nakan lembar observasi oleh peneliti dan dihi-tung dari jumlah mahasiswa yang aktif dalam mengikuti pem-belajaran menyunting tulisan ilmiah.

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian untuk Aspek Kemampuan Menyunting

Aspek yang Diukur

(Aspek Kemampuan Menyunting)

Target Capaian

(dihitung dari jumlah mahasiswa yang mencapai target tertentu)

Cara Mengukur

Siklus

I

Siklus

II

Siklus

III

Kemampuan maha-siswa menemukan kesalahan ejaan

48%

62%

78%

Diamati dari hasil pekerjaan maha-siswa berupa te-muan kesalahan ejaan dan dihitung dari jumlah maha-siswa yang mam-pu menemukan kesalahan tersebut

Kemampuan maha-siswa menemukan kesalahan pema-kaian tanda baca dalam karangan.

58%

68%

72%

Diamati dari hasil peker-jaan mahasiswa berupa temuan kesalahan tanda baca dan dihitung dari jum-lah mahasiswa yg mampu menemu-kan kesalahan tsb.

Kemampuan maha-siswa menemukan kesalahan pilihan kata dalam karangan.

55%

68%

75%

Diamati dari hasil peker-jaan siswa berupa temuan ke-salahan pilihan kata dan dihitung dari jumlah maha-siswa yang mam-pu menemukan kesalahan tersebut

Kemampuan maha-siswa menemukan kesalahan pema-kaian kalimat efektif dalam karangan.

48%

66%

70%

Diamati dari hasil pekerjaan maha-siswa berupa temuan kesalahan pemakaian kali-mat efektif dan dihitung dari jum-lah mahasiswa yang mampu me-nemukan kesalah-an tersebut.

Kemampuan maha-siswa menemukan kesalahan keterpa-duan paragraf dalam karangan.

49%

65%

71%

Diamati dari hasil pekerjaan maha-siswa berupa temuan kesalahan keterpaduan para-graf dan dihitung dari jumlah mahasiswa yang mampu menemu-kan kesalahan tsb

Ketuntasan hasil belajar.

55%

66%

72%

Dihitung dari jumlah mahasiswa yang memper-oleh nilai 65 ke atas. Mahasiswa yang mendapat nilai 65 atau lebih dinyata-kan telah men-capai ketuntasan belajar.

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebalum tindakan kelas dilaksanakan langkah yang ditempuh peneliti adalah mengetahui kondisi awal kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan dosen bahasa Indonesia (AM) semester VIIkelas C, bahwa data kondisi awal mahasiswa didapat dari dokumen yang berupa nilai kemapuan menulis mahasiswa semester VI atau nilai kemampuan menulis semester sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen (AM) dapat dikemukakan bahwa kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa semester 7 belum memadai, sedangkan berdasarkan dokumen semester 6 sebelumnya dapat diketahui bahwa kemampuan menulis mahasiswa nilai rata-rata 68. Dengan demikian karena kemampuan yang diperoleh para mahasiswa masih di bawah standar minimal yang ditetapkan dalam ketentuan kurikulum, yakni 75. Data nilai dokumen tersebut bahwa mahasiswa yang memiliki kemampuan menulis (KM) antara nilai 0-50 ada 4 orang mahasiswa, KM berkisar 51-60 ada 27 orang mahasiswa, KM 61-70 ada 8 orang mahasiswa, KM berkisar 71-80 ada 1 orang mahasiswa, KM berkisar 81-100 ada 0 orang mahasiswa.

Sebagian di antara mahasiswa belum menunjukkan keberanian bertanya kepada dosen. Miskonsepsi pembelajaran menulis mahasiswa masih cukup tinggi. Konsep-konsep pembelajaran menulis yang dikuasainya belum sepenuhnya dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari hasil menulis yang dicapai di bawah nilai 61-70 masih dominan atau cukup banyak, yaitu sebesar 27 orang atau 67,5% dari total mahasiswa.

Gambaran kondisi awal tersebut dapat berarti kemampuan menulis mahasiswa semester 7 masih relatif rendah, cukup jauh dari indikator/tujuan pembelajaran menyunting tulisan ilmiah yang diharapkan. Selain hal tersebut dapat juga dikatakan juga bahwa kemampuan menulis para mahasiswa masih pas-pasan. Ada mahasiswa yang mampu mencapai 70 ke atas tetapi hanya seorang mahasiswa. Kemampuan efektif merupakan cerminan kemampuan menulis dengan sesungguhnya, yaitu mahasiswa mampu menyunting tulisan ilmiah dengan baik. Hasil kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa kelas C semester 7 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Uji Coba Kemampuan menyunting Tulisan Ilmiah

No.


Skala Nilai

Jumlah Mahasiswa

Persentase KM

1


0 - 50

4

10

2


51 - 60

27

67,5

3


61 - 70

8

20

4


71 - 80

1

2,5

5


81 - 100

0

0

Total



40

100

Hasil kemampuan menyunting tulisan ilmiah tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor mahasiswa dan faktor dari dosen itu sendiri. Faktor yang datang dari dosen dapat diketahui dari hasil wawancara dengan AM, bahwa selama ini dalam membelajarkan menulis dosen belum efektif menerapkan pembelajaran menyunting tulisan ilmiah. Dosen AM belum berorientasi pada kompetensi dasar dan indikator pembelajaran menulis sebagaimana yang ditargetkan di dalam silabus yang diimplemantasikan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dosen masih terbiasa dengan cara lama dalam pembelajaran menulis. Cara yang sering dilakukan untuk kegiatan pembelajaran menulis adalah mahasiswa disuruh menulis dengan menggunakan tema yang telah disediakan kemudian mahasiswa melaksanakan tugas menulis. Tugas mengedit/menyunting tulisan jarang dilakukan.

Dosen AM tidak pernah mengukur seberapa besar kemampuan menyunting tulisan yang dimiliki mahasiswa secara klasikal, tetapi hanya mengukurnya secara individual. Prosentase kemampuan menyunting tulisan ilmiah pun belum pernah diukur secara cermat. Dosen AM beranggapan bahwa yang penting setelah menulis, mahasiswa dapat mengerjakan atau melaksanaan menulis sesuai dengan tugas yang ada. Dalam hal ini dosen tidak atau jarang mengamati secara seksama apakah ketika mahasiswa menulis telah menguasai konvensi penulisan, penguasaan gramatika, dan melakukan penyuntingan terhadap tulisannya. Dosen AM sudah merasa lega kalau tugas menulis sudah dikerjakan mahasiswa. Pembelajaran menulis lebih mengedepankan pengetahuan atau teori menulis daripada praktik menulis serta menyunting tulisan itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan pembelajaran menulis praktis belum dilaksanakan, begitu pula penerapan menyunting tulisan ilmiah.

Tatkala peneliti mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana pembelajaran menulis di kelas dan apakah sudah menerapkan menyunting tulisan ilmiah sepenuhnya dalam menulis? Jawaban dosen AM sangat polos. Ia mengakui dengan terus terang bahwa selama ini belum menerapkan menyunting tulisan ilmiah sepenuhnya dalam pembelajaran menulis. Selama ini juga diakuinya belum sepenuhnya mengamati dan mengukur dengan jeli kemampuan menulis mahasiswa dengan persentase yang ada. Andaikata sudah melaksanakan hanya sebatas dugaan atau perkiraan saja, bahwa ada mahasiswa yang KM-nya bagus, tetapi berapa KM-nya serta berapa persentasenya belum diketahui. Dengan demikian, dosen AM belum melaksanakan sepenuhnya teknik membelajarkan menulis secara efektif termasuk menyunting tulisan ilmiah.

Kondisi kemampuan menulis kelas C semester VII di atas perlu upaya untuk mengatasi permasalahan sehingga kemampuan menulis akan meningkat. Upaya yang dianggap sesuai dan dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas.

Konsep tindakan kelas yang diduga dapat mengatasi masalah di atas adalah melaksanakan pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dengen menggunakan metode inkuiri (inquiry). Penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran menulis ini adalah dengan cara memadukan menulis dengan kegiatan menyunting (menggedit) tulisan ilmiah mahasiswa.

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi kegiatan perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pelatihan dan diakhiri dengan praktik menyunting tulisan ilmiah.

Pelaksanaan tindakan kelas itu dilakanakan dalam lima bulan (kurang lebih satu semester) yang dimulai bulan Juli sampai November 2009. Pada bulan Juli sampai Agustus 2009 dilaksanakan berbagai persiapan antara lain, prasurvei, dan uji coba praktik menyuting tulisan ilmiah. Oleh karena itu, secara efektif penelitian mulai menerapkan tindakan di kelas pada bulan September, Oktober dan November 2008. Siklus I dilaksanakan bulan September 2009, siklus II pada bulan Oktober 2009, dan apabila hasilnya belum selesai dapat direncanakan siklus selanjutnya pada bulan berikutnya (November 2009). Secara deskriptif pelaksanaan tindakan pada tiap-tiap siklus dapat dipaparkan sebagai berikut ini.

Siklus I (Pertama)

a. Rencana Tindakan

Pada tahap ini peneliti dan dosen berkolaborasi untuk menyusun perencanaan pembelajaran atau skenario pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dengan metode inkuiri (inquiry). Rencana pembelajaran siklus I itu ditetapkan dengan memberikan pelatihan tentang menyunting tulisan ilmiah di dalam pembelajaran keterampilan menulis.

Agar dalam menyampaikan pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dengan metode inkuiri ini dapat berjalan lancar atau sesuai dengan teknik yang tepat maka sebelum dosen melaksanakan tindakan di kelas, peneliti memberikan penjelasan kepada dosen tentang cara pelaksanaan menyunting ilmiah dengan metode inkuiri. Di samping itu, dosen juga dipinjami buku pedoman menyunting tulisan ilmiah yang dilaksanakan dengan metode inkuiri, agar dapat dipelajari secara detail guna menambah wawasan dosen. Hal ini dilaksanakan karena metode inkuiri dianggap lebih bisa meningkatkan kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa. Metode inkuiri tersebut memang sebelumnya belum diterapkan dengan sepenuhnya oleh dosen pada semester 7 kelas C tersebut.

Selama menyusun rencana pembelajaran menulis (menyunting tulisan ilmiah) dengan metode ilmiah, dosen dan peneliti juga menyiapkan lembar pengamatan, menyiapkan segala sesuatu untuk pelatihan, menyiapkan lembar materi untuk keperluan menulis ilmiah, dan menyiapkan tes penguasaan gramatika dalam menulis untuk akhir siklus.

b. Pelaksanaan Tindakan

Siklus pertama ini dilaksanakan mulai tanggal 2-30 September 2009 ada empat minggu efektif. Siklus I ini ada empat pertemuan, dari empat pertemuan tersebut yang digunakan untuk khusus untuk pembelajaran menyunting tulisan ilmiah dalam keterampilan menulis ada dua pertemuan (masing-masing pertemuan 100 menit). Hal ini mengingat waktu yang tersedia juga digunakan untuk materi keterampilan berbahasa lain. Materi untuk siklus I ini pembelajaran menulis (menyunting tulisan ilmiah) menekankan pada materi penguasaan struktur bahasa khususnya materi penguasaan pembentukan kata, pilihan kata (diksi), dan frasa di dalam penyusunan kalimat dalam tulisan ilmiah mahasiswa.

Mengawali pelaksaan siklus pertama, kelas ditata sedemikian rupa, yaitu mahasiswa diharapkan tidak berpindah tempat duduk selama penelitian berlangsung. Setiap mahasiswa mempunyai nomor urut sesuai dengan urutan kursi. Nomor 1 dimulai dari depan kiri ke belakang kemudian ke depan lagi membentuk spiral. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk memudahkan dosen dan peneliti dalam melakukan pengamatan.

Siklus pertama ini, pertama-tama dosen membuka perkuliahan dengan memberitahukan kepada mahasiswa tentang kehadiran peneliti di kelas tersebut yaitu akan mengamati kegiatan pembelajaran menulis ilmiah. Kemudian dosen mulai memasuki pembelajaran. Dosen menyampaikan indikator (tujuan pembelajaran). Indikator pembelajaran yang diharapkan adalah para mahasiswa mampu melaksanakan pelatihan dengan baik tentang bagaimana teknik penulisan dan penguasaan gramatika dalam menulis hingga dapat mencapai kemampuan menulis ilmiah (KM) 75%.

Tata bahasa merupakan ekspresi dari logika berpikir, tata bahasa yang tidak cermat merupakan pencerminan dari logika berpikir yang tidak cermat pula. Oleh karena itu, maka langkah pertama dalam menulis yang baik adalah mempergunakan tata bahasa yang benar. Demikian juga penggunaan kata harus dilakukan secara tepat artinya kata harus memilih kata-kata yang sesuai dengan pesan apa yang ingin disampaikan.

Untuk mengetahui penguasaan struktur bahasa yang telah dilatihkan kepada mahasiswa, dosen memberikan tes kemampuan menulis ilmiah yang menekankan penguasaan struktur bahasa khususnya penggunaan atau penerapan pembentukan kata di dalam kalimat, diksi, frasa, dan penyusunan kalimat itu sendiri di dalam tulisan ilmiah mahasiswa. Hasil tulisan ilmiah mahasiswa tersebut selanjutnya dikoreksi oleh sesama teman mahasiswa (peer correction). Mahasiswa sebagai pengoreksi mengidentifikasi dari hasil tes kemampuan menulis ilmiah yang menekankan penguasaan struktur bahasa tersebut dan observer mencatatnya ke dalam catatan lapangan (buku catatan/dokumen).

Dari hasil tes struktur bahasa mahasiswa tersebut nilai terendah adalah 48 dan nilai tertinggi 72, sedangkan nilai rata-rata tes 59. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil tes penguasaan struktur mahasiswa adalah belum baik atau belum memadai.

c. Observasi (Hasil Tindakan)

Langkah berikutnya adalah mengulangi pelatihan dan penjelasan mengenai materi struktur bahasa yang terkait dengan menulis, agar mahasiswa dapat meningkatkan penguasaan struktur bahasanya. Pengulangan pelatihan ini sampai dua kali pertemuan dan setiap tahap selalu ada tugas menulis ilmiah dengan penekanan penguasaan struktur bahasa yang harus dikerjakan mahasiswa. Setelah selesai mengerjakan tugasnya, mahasiswa disuruh melaporkan kepada dosen. Kemudian untuk mengecek hasilnya, mahasiswa disuruh mempresentasikan hasil pekerjaannya.

Dosen dibantu peneliti mencatat pada lembar pengamatan siapa saja yang berhasil dan siapa saja yang belum berhasil mengerjakan tugasnya dengan baik. Dikatakan berhasil apabila mahasiswa telah mendapat nilai minimal 75, kurang dari 75 masih dikategorikan hasilnya belum memadai (belum baik). Dosen memberikan reward kepada mahasiswa yang mampu menyelesaikan tugas dan dalam meningkatkan penguasaan strukturnya dengan ucapan ”bagus” dan ”acungan jempol” atau pemberian pujian bentuk lain kepadanya. Adapun tujuan reward tersebut adalah untuk memberi semangat dan motivasi (dorongan) kepada mahasiswa agar kinerja dan usaha selanjutnya lebih berhasil dengan baik. Dari hasil tugas yang dikerjakan mahasiswa tersebut dapat diketahui bahwa setiap tugas yang dikerjakan hasilnya ada peningkatan yang signifikan dengan kemampuan menulisnya.

Berdasarkan hasil tes menulis yang menekankan penguasaan struktur bahasa dalam meningkatkan kemampuan menulis ilmiah tersebut dapat diketahui bahwa mahasiswa yang mendapat nilai antara 0-40 tidak ada seorang pun, sedangkan yang mendapat nilai antara 41-59 ada 1 orang, nilai antara 60-69 ada 14 orang, nilai antara 70-80 ada 16 orang, dan nilai antara 81-100 sebanyak 5 orang mahasiswa. Nilai rata-rata kemampuan menulis ilmiahnya adalah 67. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian bimbingan belajar dalam pengembangan menulis dan bombongan dari dosen agar mahasiswa memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki terhadap hasil menulisnya juga ikut membatu keberhasilan tulisannya. Untuk mengetahui perkembangan penguasaan struktur bahasa (gramatika) dalam keterampilan menulis mahasiswa dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Penguasaan Struktur Bahasa dalam Keterampilan Menulis Ilmiah Mahasiswa

No

Rentangan Nilai

Jumlah Mahasiswa

Persentasi (%)

1

2

3

4

5

0 – 40

41 – 59

60 – 69

70 – 80

81 – 100

0

1

11

23

5

0

2,5

27.5

57,5

12,5



40

100

Pada kegiatan pelaporan hasil, kelas memang tampak ramai tetapi dalam suasana yang menyenangkan. Para mahasiswa yang berhasil menemukan (inquiry) kata kunci dengan tepat di dalam karangannya merasa sangat senang, sedangkan teman lain yang belum berhasil tampak belum puas, misalnya dengan menggaruk-garuk kepala dan mengeluarkan kata-kata ”aduh”, ”piyek” dst. sehingga kelas terasa tidak hening. Suasana kelas menggambarkan kemauan keras mahasiswa. Mereka kelihatan berusaha untuk memperbaikinya. Hal itu terindikasi dari hasil pelataihan berikutnya yang semakin baik.

Pada siklus I ini seperti terlihat di tabel 2 tentang penguasaan struktur bahasa, mahasiswa yang mendapat (1) nilai 0-40 adalah 0%, (2) nilai 41-50 adalah 2,5%, (3) nilai 51-60 adalah 27,5%, (4) nilai antara 61-79 adalah 57,5 %, dan (5) 80-100 adalah 12,5%.

Berdasarkan hasil siklus pertama tersebut, pada pembelajaran berikutnya dosen harus mampu mengaktifkan mahasiswa agar kelas dapat lebih maju dan dosen harus membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menulis. Pelatihan dalam siklus I ini ternyata mahasiswa belum secara maksimal dapat meningkatkan kemampuan menulisnya. Hal ini tampak pada perolehan hasil menulis ilmiah kaitannya dengan penguasaan struktur bahasa mahasiswa belum memadai atau masih sedang (23 orang atau 57,5%). Dengan demikian, dalam meningkatkan kemampuan menulis pada siklus selanjutnya, penguasaan struktur bahasa masih perlu ditekankan atau diperhatikan lagi, khususnya pada bagian pembentukan kata, frasa, dan ungkapan baru yang masih minim.

Melihat hasil yang belum maksimal tersebut maka pada siklus II perlu dilakukan latihan ulang pelatihan persepsi dan diberi tugas agar berlatih sendiri (tugas terstruktur) di rumah. Hal tersebut akan menjadikan pembelajar lebih efisien apabila mahasiswa melakukan latihan secara terus-menerus. Selain mengulang persepsi penguasaan struktur bahasa (pembentukan kata, frasa, dan ungkapan baru), mahasiswa perlu diberi latihan model pelatihan yang lain, yaitu dalam meningkatkan kinerjanya mahasiswa perlu membaca berbagai sumber belajar lagi yang ada kaitan atau relevansinya dengan tema yang diangkat di dalam mengembangkan tulisannya tersebut.

Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, yang merekomendasikan bahwa hasil penguasaan struktur bahasa dalam kemampuan menulis mahasiswa belum memadai, maka pada siklus II ini perlu disusun rencana tindakan selanjutnya. Pada kegiatan perencanaan ini dosen menyusun.RPP untuk, menyiapkan materi perkuliahan tentang penyusunan kalimat efektif termasuk instrumen dan lembar observasi yang akan digunakan untuk pertemuan berikutnya. Peneliti menyiapkan lembar pelatihan persepsi dan lembar observasi.

Pembelajaran tindakan siklus II ini pada tanggal 7-28 Oktober 2009 ada empat pertemuan. Seperti pada kegiatan siklus sebelumnya, sebelum memulai perkuliahan selalu diawali dengan dosen menyebutkan indikator atau tujuan pembelajaran pada hari itu, yaitu setelah proses pembelajaran siklus ini selesai mahasiswa diharapkan memiliki target kemampuan menulis ilmiah minimal 75%. Dosen menjelaskan agar mahasiswa dapat tujuan pembelajaran tersebut mahasiswa akan mengulang pelatihan persepsi mengenai penyusunan kalimat efektif di dalam keterampilan menulis mereka khususnya tentang persyaratan kebenaran struktur (correctness) dan kecocokan konteks (appropiacy) di dalam hasil tulisannya.

Siklus kedua ini, pertama-tama dosen membuka pelajaran dengan memberitahukan kepada mahasiswa tentang kehadiran peneliti di kelas tersebut yaitu akan mengamati kegiatan pembelajaran menulis. Kemudian dosen mulai memasuki pembelajaran. Dosen menyampaikan indikator (tujuan pembelajaran). Indikator pembelajaran yang diharapkan adalah para mahasiswa mampu melaksanakan pelatihan dengan baik tentang bagaimana penyusunan kalimat efektif dalam karangan/menulis hingga dapat mencapai target kemampuan menulis (KM) sebedar 75%.

Kegiatan selanjutnya, mahasiswa diberi tes keterampilan menulis ilmiah. Dari hasil tes keterampilan menulis yang menekankan persyaratan kalimat efektif yang meliputi kebenaran struktur (correctness) dan kecocokan konteks (appropiacy) oleh mahasiswa tersebut nilai terendah yang dicapai mahasiswa adalah 54 dan nilai tertinggi 83, sedangkan nilai rata-rata tes 65. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil tes keterampilan menulis mahasiswa tersebut sudah lebih baik dari hasil tes sebelumnya. Dengan perkataan lain bahwa kemampuan menulis dengen menekankan penguasaan struktur bahasa mahasiswa setelah diadakan pelatihan ulang hasilnya meningkat lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Setelah dosen melakukan apersepsi secukupnya kemudian dosen memberi tahu kepada mahasiswa tentang tujuan pembelajaran keterampilan menulis pada hari itu. Dosen menyebutkan model pelatihan yang akan dilaksanakan. Dosen menjelaskan bahwa untuk memperoleh kemampuan menulis ilmiah yang tinggi dan penyusunan kalimat efektif yang baik seseorang harus berkonsentrasi. Untuk melatih kemampuan menulis mahasiswa diharapkan menguasai berbagai komponen yang terkait dengan menulis, karena kegiatan menulis itu kompleks.

Pelatihan pada siklus II berikut ini adalah mengenai metode inkuiri dalam keterampilan menulis dengan menekankan materi pengembangan kalimat efektif. Kemampuan menyusun kalimat efektif menjadi salah satu kunci sukses seseorang dalam menulis ilmiah. Untuk itu harus tahu kiat mengembangkan kalimat efektif ada dua hal pokok yang perlu diketahui dalam penyusunan kalimat efektif, yaitu (1) persyaratan kalimat efektif yang terdiri atas kebenaran struktur (correctness) dan kecocokan onteks (appropiacy) dan (2) kecocokan konteks (ketentuan yang mengatur ketepatan dalam konteks)..

Teknik pelaksanaan keterampilan menulis ilmiah di siklus II ini prinsipnya sama dengan pelaksanaan praktik keterampilan menulis ilmiah sebelumnya, hanya saja keterampilan menulis ilmiah kali ini ditekankan pada penyusunan kalimat efektif dengan mengikuti persyaratan yang ada. Pelaksanaan pembelajaran menulis ilmiah ini dipadukan dengan hasil diskusi tentang bagaimana penyusunan kalimat efektif di dalam keterampilan menulis ilmiahnya. Alokasi waktu yang diperlukan untuk tes keterampilan menulis ilmiah ini disediakan waktu selama 90 menit.

Dosen dibantu peneliti mencatat pada lembar pengamatan siapa saja yang berhasil dan siapa saja yang belum berhasil mengerjakan tugasnya dengan baik. Dikatakan berhasil apabila mahasiswa telah mendapat nilai minimal 75 ke atas, kurang dari 75 masih dikategorikan hasilnya belum memadai (belum baik). Dosen memberikan reward kepada mahasiswa yang mampu menyelesaikan tugas dan dalam meningkatkan penguasaan strukturnya dengan ucapan ”bagus” dan ”acungan jempol” atau pemberian pujian bentuk lain kepadanya. Adapun tujuan reward tersebut adalah untuk memberi semangat dan motivasi kepada mahasiswa agar kinerja selanjutnya lebih berhasil dengan baik. Berdasarkan hasil tugas yang dikerjakan mahasiswa tersebut dapat diketahui bahwa setiap tugas yang dikerjakan hasilnya ada peningkatan yang signifikan dengan kemampuan menulis ilmiahnya.

Pada pertemuan terakhir, mahasiswa diberi tes keterampilan menulis ilmiah yang menekankan pengembangan paragraf termasuk juga diksi dan penguasaan struktur bahasa. Hal ini untuk memperoleh masukan apakah setelah diadakan pelatihan selama tiga pertemuan mahasiswa sudah menguasai teknik penulisan dan gramatika atau struktur bahasa dalam meningkatkan kemampuan menulis ilmiahnya tersebut. Berdasarkan hasil tes keterampilan menulis ilmiah tersebut dapat diketahui bahwa mahasiswa yang mendapat nilai antara 0-40 tidak ada atau 0 orang, sedangkan yang mendapat nilai antara 41-59 ada 0 orang, nilai antara 60-69 ada 9 orang, nilai antara 70-80 ada 20 orang, dan nilai antara 81-100 ada 11 orang mahasiswa. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian bimbingan belajar dalam pengembangan menulis dan bombongan dari dosen agar mahasiswa memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki terhadap hasil menulisnya juga ikut membatu keberhasilan tulisannya. Untuk mengetahui hasil pengembangan paragraf mahasiswa dapat dilihat dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Pengembangan Paragraf dalam Keterampilan Menulis

No.

Rentangan Nilai

Jumlah Mahasiswa

Persentasi (%)

1

2

3

4

5

0 – 40

41 – 59

60 – 69

70 – 80

81 – 100

0

1

15

20

4

0

2,5

37,5

50

10



40

100

Pelatihan dasar teknik penulisan dan penguasaan gramatika atau struktur seperti di atas berguna untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa dan memberikan bekal dalam membiasakan di dalam kelancaran mengembangkan tulisannya. Pelatihan ini juga sangat berguna untuk meningkatkan konsentrasi, yaitu membantu mahasiswa dalam mengatasi hal-hal yang mendesak (sense of urgency), mengerahkan pikiran dalam mengembangkan ide/gagasan di dalam kemampuan menulis ilmiahnya.

Pada kegiatan pelaporan hasil, kelas memang tampak ramai tetapi dalam suasana yang menyenangkan. Para mahasiswa yang berhasil menemukan (inquiry) kata kunci dengan tepat di dalam karangannya merasa sangat senang, sedangkan teman lain yang belum berhasil tampak belum puas, misalnya dengan menggaruk-garuk kepala dan mengeluarkan kata-kata ”sukar”, ”pusing” dst. sehingga kelas terasa tidak hening. Suasana kelas menggambarkan kemauan keras mahasiswa. Mereka kelihatan berusaha untuk memperbaikinya. Hal itu terindikasi dari hasil pelataihan berikutnya yang semakin baik.

Situasi kelas juga menjadi sorotan dalam penelitian ini. Kelas yang biasanya tenag, pasif, berubah menjadi kelas yang aktif-dinamis. Hal itu ditandai dengan kegiatan setiap mahasiswa baik ketika mengikuti pelatihan maupun ketika kegiatan menyusun karangan. Setiap usai mengikuti pelatihan atau praktik menulis, mahasiswa secara mandiri dapat mengecek bagaimana alur pikir yang digunakan, paragraf yang dituliskan, kosakata yang dipilih, kata-kata aktual apa yang diterapkan, dan sebagainya. Pada kegiatan ini kelas berubah menjadi gaduh karena para mahasiswa sibuk mengoreksi karangan masing-masing. Namun, kelas sangat hidup dengan keaktifan di dalam menuangkan gagasannya. Di samping itu, mahasiswa tampak senang dengan kegiatannya masing-masing.

Peda siklus II mengenai penguasaan teknik penulisan dan struktur bahasa di dalam kemampuan menyunting tulisan ilmiah mahasiswa yang mendapat nilai antara (1) nilai 0-40 adalah 0%, (2) nilai 41-59 adalah 2,5%, (3) nilai 61-69 adalah 37,5%, (4) nilai antara 70-79 adalah 50% , dan (5) 80-100 adalah 10%.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan dosen pengampu siklus II tersebut, dikatakan bahwa masih ada mahasiswa yang melakukan kebiasaan buruk waktu mengembangkan tulisan ilmiah, yaitu kebiasaan kurang membaca dan kurang menguasai baik teknik penulisan maupun struktur bahasa kaitannya dengan tulisan yang dikembangkannya. Namun, walaupun terdapat kekurangan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menulis ilmiah tersebut mereka sudah berusaha dengan kesungguhan hati di dalam mengembangkan penalarannya dan perhatiannya terhadap fokus karangan yang dikembangkan.

Berdasarkan hasil siklus kedua tersebut, pada pembelajaran menulis (menyunting tulisan ilmiah) dengan metode inkuiri berikutnya dosen berusaha mengaktifkan mahasiswa agar kelas dapat lebih maju dan dosen membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan menguasai teknik penulisan dan struktur bahasa yang diterapkan dalam menulis. Pelatihan dalam siklus II ini ternyata mahasiswa belum semua secara maksimal dapat meningkatkan kemampuan menulis ilmiahnya, tetapi sudah lebih baik dan meningkat dari hasil sebelumnya. Hal ini tampak pada perolehan hasil menulis ilmiah mahasiswa kaitannya dengan teknik penulisan dan penguasaan struktur bahasa sudah baik (24 orang dari 40 mahasiswa telah mencapai nilai di atas 70 atau nilai rata-rata 72%). Dengan demikian, dalam meningkatkan kemampuan menulis ilmiah pada siklus selanjutnya, penguasaan struktur bahasa masih perlu ditekankan atau diperhatikan lagi, khususnya pada bagian pembentukan kata, frasa, dan ungkapan baru yang masih minim.

Melihat hasil yang belum maksimal tersebut maka pada siklus II berarti indikator atau tujuan pembelajaran tersebut belum tercapai. Dengan demikian, masih diperlukan lagi pelatihan ulang persepsi dalam pembelajaran keterampilan menulis ilmiah. Hal tersebut akan menjadikan pembelajar lebih efisien apabila mahasiswa melakukan latihan secara terus-menerus. Selain mengulang pengembangan paragraf dan penguasaan struktur, mahasiswa perlu diberi latihan model pelatihan yang lain, yaitu dalam meningkatkan kinerjanya mahasiswa perlu membaca berbagai sumber belajar lagi yang ada kaitan dengan tema yang diangkatnya.

Siklus III

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, yang merekondasikan bahwa hasil penguasaan struktur bahasa dalam kaitannya dengan kemampuan menulis ilmiah mahasiswa belum memadai, maka pada siklus III ini perlu disusun rencana tindakan selanjutnya. Pada kegiatan perencanaan ini dosen menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan materi perkuliahan termasuk instrumen dan lembar observasi yang akan digunakan untuk pertemuan berikutnya. Peneliti menyiapkan lembar pelatihan persepsi dan lembar observasi.

Pembelajaran tindakan pada siklus III ini pada tanggal 04-14 November 2009 ada tiga pertemuan. Seperti pada kegiatan siklus sebelumnya, sebelum memulai perkuliahan selalu diawali dengan dosen menyebutkan indikator atau tujuan pembelajaran pada hari itu, yaitu setelah proses pembelajaran siklus ini selesai mahasiswa diharapkan memiliki target kemampuan menulis minimal 75%. Dosen menjelaskan agar mahasiswa dapat tujuan pembelajaran tersebut mahasiswa akan mengulang pelatihan persepsi mengenai penguasaan struktur bahasa di dalam keterampilan menulis mereka khususnya tentang pembentukan kata, frasa, dan penggunaan ungkapan baru di dalam hasil tulisannya.

Dosen menyampaikan indikator (tujuan pembelajaran). Indikator pembelajaran yang diharapkan adalah para mahasiswa mampu melaksanakan pelatihan dengan baik tentang bagaimana teknik penulisan dan penguasaan gramatika dalam menulis hingga dapat mencapai kemampuan menulis (KM) 75%. Adapun pola pembelajaran inkuiri yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan menulis ilmiah ini adalah pola di dalam menemukan ketepatan menerapkan kaidah kebahasaan.

Salah satu cara untuk maksud tersebut mahasiswa dapat menggalinya lewat berbagai sumber bacaan yang ada. Kesempatan tersebut merupakan bagian dari tugas rumah sebelumnya. Untuk mengetahui penguasaan struktur bahasa dalam keterampilan menulisnya, dosen memberikan sebuah teks dengan topik yang bervariasi dari kutipan/guntingan beberapa surat kabar nasional dan lokal. Surat kabar-surat kabar tersebut yaitu Kompas”, ”Wawasan”, dan ”Solopos”. Dari topik tertentu yang dimuat di dalam bacaan surat kabar tersebut, mahasiswa diminta untuk menganalisisnya tentang bagaimana pembentukan kata, frasa, dan ungkapan aktual serta kalimat yang ada di dalam surat kabar tersebut dalam waktu tertentu. Untuk mengetahui hasil analisis pekerjaan mahasiswa tersebut kemudian diadakan diskusi kelas dan dipimpin oleh dosen. Peneliti mengamati pelaksanaan diskusi tersebut dengan mencatat hasil diskusi di lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Kegiatan selanjutnya, mahasiswa diberi tes keterampilan menulis. Dari hasil tes keterampilan menulis yang menekankan penguasaan struktur bahasa khususnya tentang pembentukan kata, frasa, diksi, ungkapan aktual dan struktur kalimat oleh mahasiswa tersebut nilai terendah yang dicapai mahasiswa adalah 54 dan nilai tertinggi 83, sedangkan nilai rata-rata tes 65. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil tes keterampilan menulis mahasiswa tersebut sudah lebih baik dari hasil tes sebelumnya. Dengan perkataan lain bahwa kemampuan menulis dengen menekankan penguasaan struktur bahasa mahasiswa setelah diadakan pelatihan ulang hasilnya meningkat lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Setelah dosen melakukan apersepsi secukupnya kemudian guru memberi tahu kepada mahasiswa tentang tujuan pembelajaran keterampilan menulis pada hari itu. Dosen menyebutkan model pelatihan yang akan dilaksanakan. Dosen menjelaskan bahwa untuk memperoleh kemampuan menulis yang tinggi dan penguasaan perangkat penulisan yang baik seseorang harus berkonsentrasi. Untuk melatih kemampuan menulis mahasiswa diharapkan menguasai berbagai komponen yang terkait dengan menulis, karena kegiatan menulis itu kompleks.

Pelatihan pada siklus III berikut ini adalah mengenai pembelajaran menulis yang menekankan kepada teknik penulisannya. Materi teknik penulisan ini meliputi sistematika penulisan, tata tulis, kutipan, dan penulisan daftar pustaka.

Teknik penulisan (ilmiah) mempunyai dua aspek, yaitu (1) gaya penulisan (membuat ilmiah) dan (2) teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan yang digunakan dalam penulisan. Komunikasi (ilmiah) harus jelas dan tepat yang memungkinkan proses penyampaian pesan yang bersifat reproduktif dan impersonal.

Bahasa yang digunakan di dalam karangan/tulisan harus jelas sehingga pesan mengenai objek yang ingin dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan sedemikian rupa sehingga si pembaca betul-betul mengerti akan isi tulisan yang disampaikan kepadanya.

Teknik pelaksanaan keterampilan menulis ilmiah di siklus III ini prinsipnya sama dengan pelaksanaan praktik keterampilan menulis sebelumnya, hanya saja keterampilan menulis kali ini ditekankan pada penguasaan teknik penulisan. Pelaksanaan pembelajaran menulis ini dipadukan dengan hasil diskusi tentang bagaimana penerapan teknik penulisan (gaya penulisan dan bahasa yang digunakan dalam penulisan) di dalam keterampilan menulisnya. Alokasi waktu yang diperlukan untuk tes keterampilan menulis ini disediakan waktu selama 90 menit.

Langkah berikutnya adalah mengulangi pelatihan dan penjelasan mengenai materi berikutnya, yaitu teknik penulisan, agar mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan menulis. Pengulangan pelatihan ini sampai tiga kali pertemuan dan setiap tahap selalu ada tugas menulis yang harus dikerjakan mahasiswa. Setelah selesai mengerjakan tugasnya, mahasiswa disuruh melaporkan kepada dosen. Kemudian untuk mengecek hasilnya, mahasiswa disuruh mempresentasikan hasil pekerjaannya.

Dosen dibantu peneliti mencatat pada lembar pengamatan siapa saja yang berhasil dan siapa saja yang belum berhasil mengerjakan tugasnya dengan baik. Dikatakan berhasil apabila mahasiswa telah mendapat nilai minimal 75 ke atas, kurang dari 75 masih dikategorikan hasilnya belum memadai (belum baik). Dosen memberikan reward kepada mahasiswa yang mampu menyelesaikan tugas dan dalam meningkatkan penguasaan strukturnya dengan ucapan ”bagus” dan ”acungan jempol” atau pemberian pujian bentuk lain kepadanya. Adapun tujuan reward tersebut adalah untuk memberi semangat dan motivasi (dorongan) kepada mahasiswa agar kinerja dan usaha selanjutnya lebih berhasil dengan baik. Berdasarkan hasil tugas yang dikerjakan mahasiswa tersebut dapat diketahui bahwa setiap tugas yang dikerjakan hasilnya ada peningkatan yang signifikan dengan kemampuan menulisnya.

Pada pertemuan terakhir siklus III, mahasiswa diberi tes keterampilan menulis yang menekankan teknik penulisan termasuk juga penguasaan struktur bahasa. Hal ini untuk memperoleh masukan apakah setelah diadakan pelatihan selama tiga pertemuan mahasiswa sudah menguasai teknik penulisan dan gramatika atau struktur bahasa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya tersebut. Berdasarkan hasil tes keterampilan menulis tersebut dapat diketahui bahwa mahasiswa yang mendapat nilai antara 0-40 tidak ada atau 0 orang, sedangkan yang mendapat nilai antara 41-59 ada 0 orang, nilai antara 60-69 ada 9 orang, nilai antara 70-80 ada 20 orang, dan nilai antara 81-100 ada 11 orang mahasiswa. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian bimbingan belajar dalam pengembangan menulis dan bombongan dari dosen agar mahasiswa memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki terhadap hasil menulisnya juga ikut membatu keberhasilan tulisannya. Untuk mengetahui perkembangan penguasaan struktur bahasa (gramatika) mahasiswa dapat dilihat dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil Penguasaan Teknik Penulisan dalam Kemampuan Menyunting Tulisan Ilmiah

No.

Rentangan Nilai

Jumlah mahasiswa

Persentasi (%)

1

2

3

4

5

0 – 40

41 – 59

60 – 69

70 – 80

81 – 100

0

0

9

20

11

0

0

22,5

50

27,5



40

100

Pelatihan dasar teknik penulisan dan penguasaan gramatika atau struktur seperti di atas berguna untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa dan memberikan bekal dalam membiasakan di dalam kelancaran mengembangkan tulisannya. Pelatihan ini juga sangat berguna untuk meningkatkan konsentrasi, yaitu membantu mahasiswa dalam mengatasi hal-hal yang mendesak (sense of urgency), mengerahkan pikiran dalam mengembangkan ide/gagasan di dalam kemampuan menulisnya.

Pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia khusus dalam hal ini adalah pembelajaran menulis dengan metode inkuiri ini para mahasiswa tampak senang dan berantusias. Ini dibuktikan ketika dosen memberikan pelatihan mengenai teknik penulisan dan penguasaan struktur bahasa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya.

Pada kegiatan pelaporan hasil, kelas memang tampak ramai tetapi dalam suasana yang menyenangkan. Para mahasiswa yang berhasil menemukan kata kunci dengan tepat di dalam karangannya merasa sangat senang, sedangkan teman lain yang belum berhasil tampak berusaha keras agar dapat menguasainya dengan baik. Mereka kelihatan aktif dan berusaha untuk memperbaikinya. Hal itu terindikasi dari hasil pelataihan berikutnya yang semakin baik.

Situasi kelas juga menjadi sorotan dalam penelitian ini. Kelas yang biasanya tenang, pasif, berubah menjadi kelas yang aktif-dinamis. Hal itu ditandai dengan kegiatan setiap mahasiswa baik ketika mengikuti pelatihan maupun ketika kegiatan menyusun hasil karangannya. Setiap usai mengikuti pelatihan atau praktik menulis, mahasiswa secara mandiri dapat mengecek bagaimana alur pikir yang digunakan, paragraf yang dituliskan, kosakata yang dipilih, kata-kata aktual apa yang diterapkan, kalimat-kalimat yang mendukung paragraf, dan sebagainya. Pada kegiatan ini kelas berubah menjadi gaduh karena para mahasiswa sibuk mengoreksi karangan masing-masing. Namun kelas sangat hidup dengan keaktifan mahasiswa. Di samping itu, mahasiswa tampak senang dengan kegiatannya masing-masing.

Peda siklus III mengenai penguasaan teknik penulisan dan struktur bahasa, mahasiswa yang mendapat (1) nilai 0-40 adalah 0%, (2) nilai 41-59 adalah 0%, (3) nilai 61-69 adalah 22,5%, (4) nilai antara 70-79 adalah 50% , dan (5) 80-100 adalah 27,5%.

Hasil dan analisis ini dilaksanakan terhadap praktik kemampuan menulis mahasiswa. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan dosen pengampu siklus III tersebut, dikatakan bahwa masih ada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan karangan, yaitu kebiasaan kurang membaca dan kurang menguasai baik teknik penulisan maupun struktur bahasa kaitannya dengan tulisan yang dikembangkannya. Namun, walaupun terdapat kekurangan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menulis tersebut mereka sudah berusaha dengan kesungguhan hati di dalam mengembangkan penalarannya dan perhatiannya terhadap fokus karangan yang dikembangkan.

Berdasarkan hasil siklus ketiga tersebut, pada pembelajaran menulis dengan metode inkuiri berikutnya dosen berusaha mengaktifkan mahasiswa agar kelas dapat lebih maju dan dosen membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan menguasai teknik penulisan dan struktur bahasa yang diterapkan dalam menulis. Pelatihan dalam siklus III ini ternyata mahasiswa belum semua secara maksimal dapat meningkatkan kemampuan menulisnya, tetapi sudah lebih baik dan meningkat dari hasil sebelumnya. Hal ini tampak pada perolehan hasil menulisnya kaitannya dengan teknik penulisan dan penguasaan struktur bahasa sudah baik (31 orang dari 40 mahasiswa atau sekitar 77,5%). Dengan demikian, dalam meningkatkan kemampuan menulis pada siklus selanjutnya, penguasaan struktur bahasa masih perlu ditekankan atau diperhatikan lagi, khususnya pada bagian pembentukan kata, frasa, dan ungkapan baru yang masih minim.

Melihat hasil yang maksimal tersebut maka pada siklus III berarti indikator atau tujuan pembelajaran tersebut sudah tercapai, berarti sudah tidak perlu lagi dilakukan latihan ulang pelatihan persepsi dalam dalam pembelajaran keterampilan menulis dengan metode inkuiri untuk penelitian ini. Hal tersebut akan menjadikan pembelajar lebih efisien apabila mahasiswa melakukan latihan secara terus-menerus. Selain mengulang persepsi teknik penulisan dan penguasaan struktur (pembentukan kata, frasa, dan ungkapan baru), mahasiswa perlu diberi latihan model pelatihan yang lain, yaitu dalam meningkatkan kinerjanya mahasiswa perlu membaca berbagai sumber belajar lagi yang ada kaitan atau relevansinya dengan tema yang diangkat di dalam mengembangkan tulisannya tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut. Pertama, penggunaan metode inkuiri (inquiry) di dalam pembelajaran kemampuan menyunting tulisan ilmiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia mahasiswa PGSD semester 7 tahun 2009 dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa. Hal ini terindikasi dari adanya peningkatan jumlah mahasiswa dari perolehan kemampuan menulis (KM) yang rendah meningkat ke KM yang lebih tinggi dan adanya peningkatan wawasan mahasiswa tentang penyusunan kalimat efektif, penguasaan struktur, dan teknik penulisan di dalam menyusun sebuah karangan yang lebih baik. Pelaksanaan proses pembelajaran bahasa Indonesia mahasiswa PGSD semester 7 tahun 2009 dapat berjalan efektif dalam menerapkan metode inkuiri dapat mensinergikan antara kemampuan fisik dan kemampuan psikis sehingga kemampuan menulisnya meningkat. Siklus pertama diterapkan pelatihan persepsi penguasaan struktur bahasa (pembentukan kata, frasa, diksi, dan struktur kalimat). Siklus kedua diterapkan pelatihan persepsi penyusunan kalimat efektif (persyaratan kebenaran struktur dan kecocokan konteks). Siklus ketiga diterapkan teknik penulisan karangan. Setiap akhir siklus dilaksanakan pengetesan kemampuan menulis untuk mengetahui keterampilan menulis pada mahasiswa. Kedua, peningkatan kemampuan menulis mahasiswa PGSD setelah diterapkan metode inkuiri dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pada kondisi awal perolehan nilai KM adalah 57,5%. Pada msiklus I perolehan KM tertinggi adalah 65%. Pada siklus II perolehan nilai tertinggi 72%, sedangkan perolehan nilai tertinggi pada siklus III adalah 77,5%.

Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di atas dapat diajukan saran sebagai berikut. Mmahasiswa diharapkan agar terus-menerus berlatih menulis kususnya dalam menyunting tulisan ilmiah agar dapat meningkatkan keterampilan menulis ilmiahnya. Semakin banyak berlatih menulis, mahasiswa akan semakin lancar dan mudah di dalam mengungkapkan atau menyampaikan buah pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapatnya dalam bentuk bahasa tulis kepada orang lain. Di samping itu, penggunaan metode inquiry dalam pembelajaran menyunting tulisan ilmiah perlu ditingkatkan pelaksanaannya karena dapat membantu mahasiswa dalam menemukan kekurangan, kesalahan, dan kekeliruan tulisannya sehingga mahasiswa dapat memperbaikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris Ishaq. 2006. Problamatika Pengajaran Bahasa Indonesia dalam http://www.minmalangsatu.net dinduh pada tanggal 2 Mei 2009.

Achmadi, M. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: YA3.

Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan menggunakan Metode Discovery dan Inquiri. Jakarta: Depdikbud.

Andrias Harefa. 2003. Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia.

Chaplin, J.P. 1989. Kamus lengkap Psikologi. (Dictionary of Psychology). Diterjemahkan oleh Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.

Cleaf, D.W.V. 1991. Action in Elementary Social Studies. Singapore: Allyn and Bacon.

Dahar, R.W. 191. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

David L. Haury. 2009. Science Through Inquiry dalam http://www.erlangga.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=353&Itemid=435 diunduh pada kamis, 2 Agustus 2009

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Gorys Keraf. 1983. Diksi dan Gaya Bahasa. Flores, Ende: Nusa Indah.

________1984. Komposisi. Flores, Ende: Nusa Indah.

Heaton, J.B. 1983. Writing English Language Tests. Singapore: Longman Group Limited.

Henry Guntur Tarigan. 1998. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Ida Bagus Putrayasa. 2009. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Inkuiri dalam http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/IBPutrayasa.doc diunduh pada kamis, 2 April 2009.

I.G.A.K. Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: UT.

Joko Sutrisno. 2009. Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar sains terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam http://www.erlangga.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=353&Itemid=435 diunduh pada kamis, 2 April 2009.

Kemmis. S. dan Mc. Taggart, R. 1990. The Action Research Reader. Third Edition. Victoria: Deakin University Press.

Lamuddin Finoza. 2002. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosdakarya.

Oemar Hamalik. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru.

Roestiyah, N.K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sabarti Akhadiah, G. Maedar, dan Sakura Ridwan. 1997. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Syaiful Sagala. 2004. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sri Hastuti. 1988. Kemahiran Menulis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit IKIP Yogyakarta.

St.Y. Slamet. 2008. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.

________. 2009. Dasar-dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Surakarta: LPP & UNS Press.

Erman Suherman. dalam http://donyrifardo.wordpress.com/2008/12/04/ strategi-pbas/ diunduh pada Kamis, 2 April 2009.

Sabarti Akhadiah, Maidar Arsyad, dan Sakura Ridwan. 1992. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Soeparno. 2008. Kalimat Efektif (modul). Jakarta: UT.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.

Sund & Trowbrige. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Coloumbus: Charles E. Merill Publishing Company.

Suparno dan M. Yunus. 2003. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT

Tompkins, Gail E. 1990. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.

Trowbrige, L.W. & R.W Bybee. 1990. Becoming a Secondary School Science Teacher. Coloumbus: Charles E. Merill Publishing Company.

Warren, Howard, C. 1994. Dictionary of Psychology. Cambridge, Massachusetts: Houghton Mifflin Company.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar