Minggu, 07 Maret 2010

Pidato



ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA NALAR DAN KREATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pendahuluan

Tujuan pendidikan nasional yang tercantum di dalam UU No.20/2003 merupakan tugas besar bagi masyarakat, khususnya pendidik. Untuk itu dibutuhkan pendidik yang berkepribadian mandiri. Dengan kemandirian yang dimilikinya itu, seseorang diharapkan tidak saja mampu menyesuaikan diri dengan perubahan itu, melainkan juga mampu mengarahkan perubahan itu sesuai dengan tujuannya sendiri. Namun, kemandirian tersebut tidaklah lahir dengan sendirinya. Sifat itu harus ditumbuhkan sejak usia dini melalui upaya pendidikan. Bagaimana wujud pendidikan yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri itu? Selanjutnya, karena kemandirian di sini saya terjemahkan sebagai kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif maka bagaimana menumbuhkan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia?

Hakikat berpikir secara nalar dan kreatif

Proses bernalar (penalaran) adalah proses berpikir untuk menarik suatu simpulan. Penalaran sebagai kegiatan berpikir dilakukan dengan sadar, secara sistematis, terarah, dan bertujuan dalam menghasilkan simpulan yang sahih dan benar. Salah satu jenis penalaran yang penting ialah penalaran ilmiah. Penalaran ini merupakan sintesis antara penalaran induktif yang empiris dan penalaran deduktif yang rasional (Suriasumantri, 1999), serta bersifat logis dan analisis. Kemampuan berpikir secara nalar bukan kemampuan yang statis di bawa sejak lahir. Kemampuan itu berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pada hakikatnya, kreativitas merupakan perwujudan kemampuan atau kegiatan berpikir kreatif. Sebagai kemampuan, kreativitas mengandung ciri kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ciri afektif muncul sebagai rasa ingin tahu, perasaan tertantang, keberanian mengambil risiko, dan sifat menghargai (Munandar, 1997). Berpikir kreatif adalah sejenis berpikir yang mencakup proses berpikir lancar, luwes, orisinil, terinci, dan sensitif.

Bahasa sebagai sarana berpikir

Manusia untuk dapat melakukan kegiatan berpikir dengan baik diperlukan sarana berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikirannya tersebut kepada orang lain. Dengan menguasai bahasa maka seseorang akan menguasai pengetahuan.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa bahasa dapat digunakan sebagai materi berpikir secara nalar dan kreatif. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif.

Pengembangan kegiatan terpadu melalui pembelajaran bahasa Indonesia di SD

Pengembangan berpikir secara nalar dan kreatif dapat dilakukan melalui kegiatan terpadu antara “membaca-sambil berpikir-dan menulis”.

Kegiatan ini dilandasi dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) berpikir secara nalar bersifat konvergen, sedangkan berpikir kreatif adalah berpikir divergen, (2) pengembangan kemampuan berpikir tersebut merupakan tahap awal; (3) semua pokok bahasan dalam bahasa Indonesia (BI) dapat digunakan sebagai sarana pengembangan khususnya pokok bahasan membaca dan menulis; (4) kegiatan membaca sambil berpikir yang dipadukan dengan menulis kreatif harus dapat mendorong tumbuhnya berpikir secara nalar dan kreatif, motivasi membaca, serta berkembangnya sikap dan nilai-nilai kultural, sosiokultural, dan moral; (5) kegiatan membaca sambil berpikir nalar dan kreatif ini harus dirangsang dengan pertanyaan-pertanyaan; (6) sikap-sikap yang perlu dikembangkan di SD ialah sikap positif dalam berbahasa, jujur, ingin tahu, rendah hati, kritis, terbuka, luwes, cermat, serta kebiasaan menunda penghakiman; dan (7) untuk mengetahui pencapaian membaca-sambil berpikir-dan menulis, perlu disusun alat evaluasi yang memenuhi persyaratan dan mudah digunakan.

Kemampuan berpikir secara nalar dan pengembangannya lewat jalur pendidikan formal

Pencapaian pengetahuan melalui penalaran terjadi secara tak langsung, yaitu melalui mediasi. Ciri mediasi ini membedakan dari jenis pemikiran asosiatif dan persepsif. Ciri lain yang penting ialah bahwa penalaran dilakukan secara sadar dengan tujuan tertentu. Kemampuan berpikir secara nalar bukan merupakan kemampuan yang statis dibawa sejak lahir. Kemampuan itu berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Teori Piaget tentang perkembangan kognitif sampai sekarang menempati kedudukan yang penting. Meskipun telah banyak pendapat lain yang berkembang pada akhir-akhir ini, walaupun demikian teori Piaget masih cukup dominan. Secara umum, inti teori Piaget membahas perkembangan intelegensi anak. Intelegensi berkembang dalam 4 tahun yang memungkinkan terjadinya adaptasi dengan lingkungan kognitif. Perkembangan kognitif itu mengikuti empat tahapan, yaitu tahapan sensori (0-2 tahun), praoperasional (2-6 tahun), operasional konkret (7-11 atau 12 tahun), dan operasional formal (di atas 11 atau 12 tahun). Dalam setiap tahapan selalu terjadi perubahan-perubahan pemahaman tentang berbagai konsep penting seperti konversi, klasifikasi, dan relasi (hubungan).

Bagaimana kemampuan berpikir secara nalar anak usia SD? Yang dimaksud anak usia SD di sini ialah usia antara 6 sampai 12 tahun. Dengan demikian, mungkin anak usia SD mengalami dua tahapan perkembangan , yaitu awal masa sekolah ia berada pada akhir tahapan praoperasional kemudian berkembang ke arah tahapan operasional konkret. Mungkin juga ia berada pada awal tahapan operasional formal. Bagaimanapun juga ia telah memiliki kemampuan-kemampuan kognitif dasar yang dicapainya pada tahapan praoperasinal dan telah memiliki kemampuan berbahasa yang “sempurna” dalam arti telah menguasai kaidah-kaidah dasar bahasa ibunya. Pada umur antara 4-7 tahun, di dalam ia brbicara ia tidak lagi bersifat egosentrik. Semuanya itu merupakan modal dasar untuk perkembangan selanjutnya. Piaget menganggap bahwa tahap praoperasional merupakan tahap peletakan dasar-dasar operasi yang memungkinkan anak menggambarkan peristiwa-peristiwa secara internal. Pada tahap operasional anak mampu memanipulasikan gambaran internal ini. Dengan demikian ia menyadari akan potensi pemikiran yang luwes dan kuat.

Hal yang pokok pada tahapan praoperasional konkret ialah pemerolehan berbagai operasi yang disebut juga tindakan terinternalisasikan. Operasi ini meningkatkan kemampuan berpikir anak. Dengan kemampuan itu, pada tahap ini ia dapat memahami serta memecahkan soal-soal yang tidak dapat dipahami atau dipecahkan pada tahap sebelumnya.

Strategi pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif

Selama beberapa dekade terakhir ini di negara kita, perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif makin besar. Di TMII Jakarta misalnya pada tahun1984 dibuka Pusat Pengembangan Kreativitas. Akan tetapi pengembangan melalui jalur pendidikan formal belum menampakkan tanda-tanda yang menggembirakan. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan pengajaran membaca di SD di wilayah eks-Karesidenan Surakarta belum digarap secara nyata (Slamet, 2004).

Sehubungan dengan upaya pengembangan kemampuan berpikir kreatif, Treffinger (1990) mengembangkan model berpikir kreatif melalui proses belajar kreatif. Proses ini memungkinkan anak-anak menjadi lebih efisien dalam menghadapi masalah-masalah mereka kelak, yaitu pada waktu orang tua dan guru tidak lagi berada di dekat mereka untuk memberikan pertolongan, dukungan, atau saran-saran. Melalui proses belajar kreatif, anak-anak mempelajari kemampuan-kemampuan dan nilai-nilai yang tetap berharga dan beruna. Dengan demikian, mereka memiliki kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul pada zamannya. Selain itu, proses berpikir kreatif memberikan kegembiraan dan kepuasan batin kepada anak-anak.

Beberapa hal yang penting dalam proses berpikir kreatif : (1) Respons anak lebih penting daripada bahan atau kurikulum. Dalam hal ini perlu diperhatikan frekuensi, intensitas, kualitas, kompleksitas, dan keterarahan respons; (2) Proses belajar kreatif menhendaki pemudahan penghakiman/keputusan; (3) Proses belajar kreatif menghendaki kesinambungan, sebab belajar kreatif bukanlah tingkah laku yang acak-acakan, tak bertujuan, atau pun tak terkendali; (4) Proses belajar kreatif adalah proses belajar yang sistematis dan terencana; dan (5) Proses belajar kreatif menhendaki peran serta sepenuhnya dari anak didik.

Tantangan dan kendala

Untuk melakukan pebelajaran membaca-sambil berpikir-dan menulis terpadu diperlukan kondisi yang menunjang, di antaranya menyangkut: (1) guru SD yang mampu melaksanakan program; (2) materi pembelajaran membaca dan menulis yang disusun secara terpadu; (3) jumlah siswa di dalam kelas yang memungkinkan guru melaksanakan kegiatan kelompok maupun individual; dan (4) kondisi sosiokultural sebagian besar anak Indonesia dewasa ini kurang mendorong tumbuhnya kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif. Sebagian besar orang tua tinggal di desa-desa dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah.

Hal-hal di atas merupakan tantangan bagi para pengambil kebijaksanaan, para perencana, dan pendidik di lapangan. Adalah sangat tepat tindakan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan SD melalui program PGSD. Diharapkan melalui program ini dapat dihasilkan guru-guru SD yang memiliki penguasaan kompetensi sosial, akademik, pedagogis, dan professional yang memadai.

Selanjutnya knhusus mengenai pendidikan bahasa di SD dinyatakan bahwa pembelajaran bahasa di SD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan/keterampilan serta sikap berbahasa yang menyangkut fungsinya sebagai alat komuikasi dan penalaran. Di samping itu juga harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa (Ditjen Dikti, JAB-2 1996/1997).

Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) sebagai langkah Awal

Seperti telah dikemuakan kondisi sosiokultural tumbuhnya kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif pada anak. Banyak orang tua yang terpaksa menghabiskan hari-harinya di luar rumah untuk mencari nafkah. Mereka tidak mempunyai waktu untuk membaca maupun memberikan pengalaman intelektual kepada anak-anaknya. Kondisi sosiokultural ini sulit diubah. Terobosan yang singkat ialah dengan menjadikan jenjang pendidikan dasar sebagai pusat kebudayaan generasi yang akan datang menjadi pelaksana pembangunan pada abad yang akan datang. Untuk itu diperlukan guru-guru yang berkualitas memadai yang tanggap akan perubahan-perubahan yang terjadi, serta mampu merespons perubahan-perubahan itu secara positif.

Mulai tahun akademik 1990/1991 yang lalu, pengadaan guru SD dilaksanakan melalui Program Diploma Dua (D2) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Mulai dari PGSD inilah upaya peningkatan kualitas lulusan sekolah dasar yang merupakan pengalaman pertama pendidikan dasar, dimulai. Ini berarti bahwa materi serta proses belajar-mengajar, khususnya dalam mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia di PGSD harus dapat membekali mahasiswa calon guru dengan kemampuan professional yang memadai, serta mendorong tumbuhnya sikap dan nilai-nilai intelektual dan moral.

Penutup

Dari uraian tentang pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif yang dipaparkan di atas, dapatlah ditarik simpulan-simpulan berikut:

  1. Kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif ada pada semua anak dengan kadar yang berbeda-beda. Kemampuan itu harus dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini.
  2. Pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif melalui sekolah dilakukan secara bertahap, terarah, dan terencana sesuai dengan perkembangan anak, tujuan, dan jenjang pendidikan.
  3. Pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif dapat dilakukan melalui bahasa Indonesia. Pokok bahasan yang paling potensial sebagai sarana pengembangan kreativitas dan kemampuan bernalar ialah pokok bahasan membaca dan menulis yang dilaksanakan secara terpadu.
  4. Upaya pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif di SD melalui pembelajaran bahasa Indonesia memerlukan tersedianya guru SD yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas pengembangan itu.
  5. Salah satu alternatif kegiatan yang dapat digunakan sebagai sarana pengembangan kemampuan berpikir secara nalar dan kreatif ialah kegiatan membaca-sambil berpikir-dan menulis.
  6. PGSD merupakan wadah penyiapan tenaga guru SD yang professional melalui proses pembelajaran yang digunakan, mampu mengembangkan kreativitas, kemampuan bernalar, dan mendorong tumbuhnya sikap serta nilai-nilai intelektual, sosiokultural, dan moral pada anak didiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar